
Sudah Hampir Akhir tahun. Apa Kabar Program 3 Juta Rumah? – Memasuki pertengahan September 2025, tidak terasa sudah hampir di penghujung tahun. Apa kabar Program 3 Juta Rumah yang jadi salah satu program unggulan pemerintahan Presiden Prabowo Subianto?
Program ini sempat menumbuhkan optimisme publik karena menjanjikan akses hunian yang lebih layak dan affordable bagi masyarakat.
Tapi, apakah progress-nya sesuai ekspektasi?
Ambisi Besar di Tengah Backlog Perumahan
Bukan hanya ‘omon-omon’, pemerintah membuat program 3 juta rumah dengan tujuan mulia, yaitu memberikan hunian layak untuk masyarakat miskin ekstrem, miskin, hingga kelas menengah bawah. Selain itu, pemerintah ingin mempersempit kesenjangan antara masyarakat kota, desa, dan pesisir.
Ambisinya cukup berani, pemerintah menargetkan pembangunan dan renovasi 3 juta unit per tahun, atau sekitar 15 juta unit selama lima tahun masa jabatan.
Kenapa ini penting? Data Badan Pusat Statistik (BPS) 2023 menunjukkan backlog perumahan masih mencapai 9,9 juta unit. Artinya, hampir 10 juta rumah tangga di Indonesia belum punya rumah sendiri.
Kalau dipikir-pikir, angka ini bukan cuma statistik di atas kertas, tapi realita yang mungkin juga dirasakan oleh orang-orang di sekitar anda.
Strategi: Dari Desa, Kota, hingga Pesisir
Pemerintah menyiapkan strategi terintegrasi. Di desa, ada rencana perbaikan 2 juta rumah tidak layak huni. Di perkotaan, akan dibangun 1 juta rumah baru lewat kemitraan strategis dengan swasta. Sementara itu, kawasan pesisir bakal ditata dengan hunian adaptif bencana.
Bukan cuma rumah tapak, tapi juga hunian vertikal dan Transit-Oriented Development (TOD) ikut masuk ke dalam rencana.
Jadi bukan hanya bicara jumlah, tapi juga kualitas hidup masyarakat urban yang butuh akses transportasi lebih efisien.
Progress di Lapangan
Sampai sekarang, apa yang sudah jalan? Kepala Kantor Kepresidenan (PCO) Hasan Nasbi menyebut sudah ada sekitar 200 ribu unit rumah yang diserahterimakan.
Sedangkan data dari Ditjen Perumahan Perkotaan Kementerian PKP, ada 129.713 unit rumah yang dibangun lewat skema FLPP (Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan).
Tapi, angka detail dari keseluruhan pembangunan dan renovasi memang belum banyak dirinci. Artinya, masih ada gap antara target besar di atas kertas dan capaian riil di lapangan.
Baca Juga : Membangun 3 Juta Rumah: Meningkatkan Kualitas Hidup dan Produktivitas Masyarakat
FLPP: Skema Pembiayaan yang Krusial
Bagi yang masuk kategori MBR (Masyarakat Berpenghasilan Rendah), FLPP adalah salah satu solusi nyata. Skema blended-finance ini memadukan dana 75% dari pemerintah lewat BP Tapera dan 25% dari perbankan maupun lembaga pendukung seperti PT SMF. Dengan mekanisme ini, cicilan rumah bisa jadi lebih terjangkau.
Tahun anggaran 2025, pemerintah bahkan menaikkan kuota FLPP hingga 350 ribu unit. Bank BRI, misalnya, sudah menyalurkan tambahan kuota KPR FLPP dengan target 25.000 unit. Hingga pertengahan 2025, mereka sudah menyalurkan lebih dari 101 ribu KPR dengan outstanding mencapai Rp13,79 triliun.
Sinergi BUMN & Private Sector: Dari Perumnas hingga Danantara
Program ini tidak bisa dijalankan hanya mengandalkan APBN. Karena itu, sektor swasta punya peran vital.
Perum Perumnas menyiapkan lahan 1.575 hektare dengan potensi pembangunan 150 ribu unit hunian di seluruh Indonesia. Salah satunya, proyek Blok K Pulogebang, Jakarta Timur, dengan total 5.941 unit yang terdiri dari rusun MBR hingga apartemen sederhana milik (anami).
Selain itu, Menteri Investasi sekaligus CEO Danantara, Rosan Roeslani, mengumumkan komitmen dana hingga Rp250 triliun untuk KUR Perumahan. Pendanaan ini diharapkan jadi booster agar program bisa terus melaju meski anggaran pemerintah terbatas.
Tantangan yang Tak Bisa Diabaikan
Meski progress ada, jalannya program 3 Juta Rumah jelas tidak mulus. Tantangan terbesar datang dari:
- Lahan terbatas dan mahal. Pemerintah mencoba mengoptimalkan aset BLBI, sitaan Kejaksaan Agung, bank tanah, hingga lahan terlantar.
- Pendanaan terbatas. APBN tidak cukup, sehingga butuh terobosan seperti pelonggaran Giro Wajib Minimum Bank Indonesia.
- Ketepatan sasaran. Data dari BPS dan DTKS dipakai agar rumah benar-benar diberikan ke mereka yang layak.
- Kualitas pembangunan. Ada kasus rumah dibangun tapi tidak ditempati karena developer nakal. Solusinya? Sistem reward and punishment bagi pengembang.
Seperti diungkapkan Menteri PKP Maruarar Sirait, dengan anggaran yang ada, negara baru bisa membangun dan merenovasi 269 ribu unit hunian. Jadi, target 3 juta unit memang masih jauh dari kata realistis untuk tahun pertama.
Akhir tahun selalu jadi momen refleksi, termasuk soal janji politik yang berhubungan langsung dengan kebutuhan dasar, yaitu rumah.
Program 3 Juta Rumah adalah salah satu upaya serius untuk mengurangi backlog perumahan, meski jalannya penuh tantangan.
Bagi anda yang sedang mencari rumah pertama, program ini bisa jadi kesempatan emas, apalagi dengan adanya fasilitas seperti FLPP atau KUR Perumahan.
Ke depan, dengan kolaborasi pemerintah, perbankan, swasta, dan masyarakat, harapannya program ini bukan hanya sekadar angka, tapi benar-benar bisa menjawab kebutuhan hunian rakyat.
So, menjelang akhir tahun ini, apakah 2026 akan jadi tahun di mana mimpi punya rumah akhirnya bisa diwujudkan?

Senior Copywriter & Content Strategist
Dengan pengalaman 10+ tahun di dunia penulisan dan 7+ tahun mengelola media sosial berbagai brand, telah membantu lebih dari 100 klien lintas industri dan negara. Kariernya dimulai di media seperti Metro TV, NET TV, dan media teknologi BUMN, hingga kini aktif di pengembangan bisnis dan strategi konten sebagai Virtual Assistant.