Urus Pajak Waris & Hibah Sampai Puluhan Juta, Kok Bisa?
Sumber : canva.com

Urus Pajak Waris & Hibah Sampai Puluhan Juta, Kok Bisa? – Coba bayangkan, tiba-tiba Anda dapat warisan tanah atau rumah dari orang tua? Atau diberi hibah rumah atau harta lain oleh ayah/ibu sebelum mereka pensiun. Duh, ini sih mimpi semua orang.

Menerima warisan atau hibah dari orangtua adalah rezeki yang patut disyukuri. Tapi di balik rasa syukur tersebut ada kewajiban administratif yang harus dipenuhi, salah satunya adalah mengurus pajak waris dan hibah.

Proses pengalihan aset dari orang tua kepada ahli waris atau penerima hibah bukan sekadar tanda tangan dokumen balik nama.

Ada ketentuan hukum, alur administrasi, hingga kewajiban pajak yang wajib diperhatikan. Kalau diabaikan, beban biaya yang muncul bisa cukup signifikan dan berpotensi mencapai angka puluhan juta rupiah. Kok bisa?

Sebelum simulasi hitungan pajak harta waris dan hibah, kita cari tahu pengertian dan aturan perhitungannya secara hukum.

Apa Bedanya Harta Waris dan Hibah?

Sebelum masuk ke urusan pajak, mari bedakan dulu antara waris dan hibah.

Menurut KBBI, hibah adalah pemberian sukarela dengan mengalihkan hak atas sesuatu kepada orang lain. KUHPerdata Pasal 1666 menjelaskan lebih detail, hibah adalah persetujuan di mana seseorang menyerahkan barang secara cuma-cuma tanpa bisa ditarik kembali. Syarat sahnya pun jelas, harus lewat akta notaris (Pasal 1682 KUHPerdata).

Sedangkan warisan adalah harta peninggalan orang yang sudah meninggal dunia untuk ahli warisnya, bisa berupa orangtua, suami/istri, anak, atau saudara dari ayah/ibu.

Singkatnya, hibah adalah pemberian sukarela semasa pemberi masih hidup. Harus lewat akta notaris, bisa kena PPh Final dan BPHTB, kecuali kalau hibah dari orang tua ke anak yang dibebaskan lewat SKB.

Sedangkan warisan merupakan harta peninggalan orang meninggal untuk ahli waris. Bisa kena BPHTB saat balik nama, tapi ada ketentuan pembebasan tertentu.

Sama-sama bisa kena pajak, tapi mekanisme dan momen pengenaannya berbeda.

Kapan Warisan & Hibah Jadi Objek Pajak?

Secara hukum, warisan bisa menjadi subjek pajak kalau harta tersebut belum dibagikan kepada ahli waris (Pasal 2 ayat 1 UU PPh). Tapi, di Pasal 4 ayat 3 UU PPh disebutkan bahwa warisan bukan objek pajak kalau sudah dilaporkan di SPT Tahunan ahli waris.

Hibah juga ada aturannya. Kalau hibah diberikan dari orang tua ke anak kandung (atau sebaliknya) dalam garis lurus satu derajat, maka bisa dibebaskan dari pajak, asal ada Surat Keterangan Bebas (SKB Hibah) dari KPP.

Sounds simple? Wait, belum selesai. Karena selain PPh, ada juga yang namanya BPHTB (Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan).

Baca Juga : Biaya Jual Rumah: Dari Pajak, Notaris hingga Komisi Agen

Jenis Pajak Waris & Hibah

  1. PPh Final atas Tanah/Bangunan
    • Umumnya sebesar 2,5% dari nilai bruto (NPOP).
    • Bisa 1% kalau kategori rumah sederhana.
    • Ada pembebasan kalau memenuhi syarat, misalnya dengan SKB.
  2. BPHTB (Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan)
    • Tarifnya 5% dari nilai perolehan (NPOP) dikurangi NPOPTKP.
    • Untuk warisan, pajak ini dibayar saat balik nama ke BPN.
    • Untuk hibah, dibayar saat akta hibah ditandatangani.
    • Ada pengecualian: antara orang tua-anak, biasanya dapat keringanan NPOPTKP lebih tinggi (≥ Rp300 juta, tergantung aturan daerah).
  3. Pelaporan di SPT Tahunan
    • Walaupun bisa bebas pajak, harta hibah/warisan tetap wajib dilaporkan di SPT sebagai penghasilan bukan objek pajak.
    • Kalau tidak dilaporkan? Risiko kena sanksi administratif.

Kenapa banyak orang bilang biaya urus waris & hibah bisa tembus puluhan juta? Karena nilai properti di Indonesia, khususnya tanah dan rumah, makin tinggi.

Yuk kita coba simulasikan perhitungannya!

Contoh Penghitungan BPHTB Hibah dan Waris

Kasus 1: Warisan Tanah dari A kepada B

  • Harga pasar tanah: Rp12.000.000/m²
  • Luas tanah: 160 m²
  • Total nilai perolehan (harga pasar × luas):
    Rp12.000.000 × 160 = Rp1.920.000.000
  • NJOP tanah: Rp10.000.000/m² → Rp1.600.000.000
  • NPOPTKP: Rp300.000.000

Karena nilai perolehan (Rp1,92 miliar) lebih besar dibanding NJOP (Rp1,6 miliar), maka yang dipakai sebagai dasar pengenaan pajak adalah nilai perolehan.

Rumus BPHTB:
BPHTB = 5% × (NPOP – NPOPTKP)
= 5% × (Rp1.920.000.000 – Rp300.000.000)
= 5% × Rp1.620.000.000
= Rp81.000.000

Jadi, pajak yang harus dibayar B adalah Rp81 juta.

Kasus 2: Hibah Rumah dari C kepada D

  • Harga pasar rumah: Rp10.000.000/m²
  • Luas rumah: 120 m²
  • Total nilai perolehan (harga pasar × luas):
    Rp10.000.000 × 120 = Rp1.200.000.000
  • NJOP rumah: Rp11.000.000/m² → Rp1.320.000.000
  • NPOPTKP: Rp80.000.000

Karena nilai perolehan (Rp1,2 miliar) lebih kecil dibanding NJOP (Rp1,32 miliar), maka yang dipakai sebagai dasar pengenaan pajak adalah NJOP.

Rumus BPHTB:
BPHTB = 5% × (NPOP – NPOPTKP)
= 5% × (Rp1.320.000.000 – Rp80.000.000)
= 5% × Rp1.240.000.000
= Rp62.000.000

Jadi, pajak yang harus dibayar D adalah Rp62 juta.

Catatan:

  • Jika harga pasar lebih besar dari NJOP, gunakan harga pasar sebagai dasar pengenaan BPHTB.
  • Jika harga pasar lebih kecil dari NJOP, gunakan NJOP sebagai dasar pengenaan BPHTB

Kesimpulan

Menerima warisan atau hibah memang bikin senang, tapi jangan lupa ada kewajiban pajak yang menyertainya. Mulai dari PPh Final, BPHTB, sampai pelaporan di SPT Tahunan, semuanya wajib Anda pahami supaya nggak kaget dengan biaya tambahan.

Intinya, warisan dan hibah itu blessing. Tapi kalau tidak diurus dengan benar, bisa jadi beban finansial. Jadi, sebelum tanda tangan akta atau balik nama, pastikan Anda tahu konsekuensi pajaknya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *